SEJARAH JURNALISTIK DI DUNIA
Awal mulanya
muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah
jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa
pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta
Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi
sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau
surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak
Pers Dunia”.
Sebenarnya,
Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan
berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala
kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di
serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap
orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat
berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para
anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita
tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu
disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau
dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk
diketahui oleh umum.
Berita
di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”,
yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat
senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para
hartawan.
Dari
kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata
“Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke
dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang
berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul
kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Dalam
sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal
jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir
besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga,
para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk
mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke
luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang
burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke
permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh
pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada
seluruh penumpang kapal.
Atas
dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar
kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai
kantor berita pertama di dunia.
MASA PERKEMBANGANNYA
Kegiatan
penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban
Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat
tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada
abad 8 M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama
dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351
M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Penyebaran
informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan
Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul
pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang
pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil
ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.
Pelopor
surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di
Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan
Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang
penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian
surat kabar ini dicetak.
Surat
kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete
di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London
Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia
telah menggunakan istilah “Newspaper”.
Di
Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan
istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern,
Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh
Benjamin Harris.
Pada
Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang
membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan
suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis)
bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama
koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula
diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada
abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat
di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing.
Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi
juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Di
Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis
oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama
Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of
Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya
bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).
Pada
Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah
profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada
masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan
kian majunya teknik percetakan.
Pada
abad ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang
kebebasan pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil
menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki
era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.
Perceraian
antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah
jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah
jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang
tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk
profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.
Pada
pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi
mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai
penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi
hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan
Agence-France Presse (Prancis).
Tahun
1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme
kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di
Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh
William Randolph Hearst.
Ciri
khas “jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan
pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu:
meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring
dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Sebagai
catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta
dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif
dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita
yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.
Kesadaran
akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk
organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali
didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara
lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak
diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep
seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai
standar kualitas bagi jurnalisme profesional.
Teknologi
Informasi
Kegiatan
jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi.
Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi
jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat,
sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai
munculnya foto di surat kabar.
Pada
1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna
untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai
digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh
kalangan jurnalis saat itu. Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing
baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media
cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio
lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat
sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.
Perkembangan
teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara
dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin,
proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga
iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan
komputer di industri media massa.
Memasuki
era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi
saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi
modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan
video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput
di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini juga muncul media
jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah
berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak,
radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan
space iklan yang tak kalah luasnya.
Setiap
pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media
internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke
berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki
situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada
juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.
Sedangkan
pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan
jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan
sering disingkat menjadi blog saja.Memang tidak semua blog berisikan laporan
jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior
Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan
salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.
SEJARAH PENEMUAN KERTAS
Pada jaman primitif manusia telah menggunakan
batu, tulang dan dedaunan untuk menyampaikan pesan tertulis . Tetapi semua
media tersebut sulit untuk disimpan dan diangkut.
Lalu pada sekitar 2.200SM, orang Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar) yang ternyata dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat diandalkan.
Meskipun penggunaan papyrus menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih banyak digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi, kambing dan domba dicuci dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan kapur berbentuk pasta yang membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah kering, permukaan dihaluskan dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah siap disebut perkamen dan digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM. Perkamen yang berkualitas tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan secara halus dan sering digunakan lebih dari sekali.
Media tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini berubah sejak Tsai Lun pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia.
Pada abad kedua, pembuat kertas di Cina menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat yang dalam istilah sekarang disebut sebagai 'pulp'. Pulp tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk yang primitif dari kertas.
Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th 1490. Di negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit diperoleh di daratan Eropa.
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini, pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar. Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.
Lalu pada sekitar 2.200SM, orang Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar) yang ternyata dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat diandalkan.
Meskipun penggunaan papyrus menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih banyak digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi, kambing dan domba dicuci dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan kapur berbentuk pasta yang membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah kering, permukaan dihaluskan dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah siap disebut perkamen dan digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM. Perkamen yang berkualitas tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan secara halus dan sering digunakan lebih dari sekali.
Media tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini berubah sejak Tsai Lun pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia.
Pada abad kedua, pembuat kertas di Cina menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat yang dalam istilah sekarang disebut sebagai 'pulp'. Pulp tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk yang primitif dari kertas.
Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th 1490. Di negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit diperoleh di daratan Eropa.
Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini, pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar. Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.
SEJARAH
PENEMUAN MESIN CETAK
Menyalin dokumen selalu menjadi pekerjaan tangan (biasanya dikerjakan oleh
para pendeta). Buku-buku diproduksi dengan sulit dan perlahan serta harganya
juga yang terlalu mahal. Lebih buruknya lagi, salinan yang dibuat oleh tangan
mudah melakukan kesalahan. Setiap salinan baru bisa dipastikan adanya kesalahan.
Jawaban dari masalah tersebut adalah cetakan. Cetakan dimulai di negrithe
great wall China. Pada tahun 1040, Pi Sheng menemukan cetakan dengan
menggunakan huruf-huruf cetak aslinya terbuat dari semacam tanah. Pi Sheng
adalah penemu sebenarnya dari huruf cetak yang bisa bergerak. Lebih
mengesankanya lagi, Barat hanya mampu membuat cetakan yang mencetak dengan 26
huruf, sementara Pi Sheng telah membuat lebih dari 5.000 huruf China untuk
cetakanya dari tanah.
Pada tahun 1403, King Htai Tjong dari Korea menemukan huruf cetak logam
(lebih kokoh dan lebih efisien daripada cetakan dari tanah karya Pi Sheng).
Tapi dia belum mengembangkan sistem cetak menggunakan huruf cetakanya tersebut.
BAGAIMANA
MESIN CETAK DITEMUKAN?
Belum jelas bagaimana Johannes Guttenberg menemukan
dan bagaimana dia merakit dari yang lain yang sudah ada. Sejarawan percaya
bahwa dia yang mengembangkan mesin cetak di dunia dan percaya bahwa dia telah
menemukan sebuah teknologi baru.
Guttenber lahir di kota yang indah, Mainz, Jerman. Sekitar tahun 1440,
mendekati usianya yang ke-50, dia mulai mengembangkan idenya tentang mesin
cetak. Dia menghabiskan waktu sampai satu dekade ke depan untuk pemecahan tiga
kebutuhan mendasar dari mesin cetak.
- Pertama, dia butuh alat penekan. Guttenberg membuat model alat penekan
dari alat penekan berat yang biasa digunakan untuk memeras buah zaitun.
Dia memodifikasi dan memperkuat kembali penekan sehingga dia dapat menekan
ke bawh mendatar melewati keseluruhan halaman dengan mudah.
- Kedua, dia membutuhkan tinta. Para pendeta dan pelukis biasa
menggunakan tinta air. Guttenberg berkonsultasi dengan pelukasi terkenal
(termasuk Van Dyke) dan memutuskan menggunakan tinta berminyak yang biasa
dipakai para pelukis dan warna pigmen baru yang telah diujicobakan para
pelukis. Dengan tinta baru ini, Guttenberg mendapatkan garis-garis lebih
tajam dan cetakan lebih tebal daripada tinta air.
- Terakhir, Guttenberg membutuhkan logam cetakan yang bergerak. Cetakan
logam Guttenberg adalah sumbangan terbesar dalam dunia percetakan. Dia
menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan percobaan dengan
berbagai jenis logam, mencari logam yang mempunyai titik lebih rendah
sehingga mampu mencetak huruf-huruf dengan mudah. Akan tetapi, logam ini
juga harus kuat untuk bisa menahan tekanan dan menghasilkan ribuan
cetakan. Pada tahun 1450, dia telah mantap memilih campuran timah denga
perak dengan sedikit antimoni.
Sekitar tahun 1452, mesin cetak Guttenberg sudah siap bekerja. Dia meminjam
800 Gulden untuk membeli kertas, tinta pigem, minyak, timah, perak, antimoni,
dan kebutuhan yang lain. Dia memulai mencetak buku pertamanya yang berjudul The
Great 42 Line Bibel Guttenberg (42 merujuk pada nomor dari garis pada teks
setiap halaman). Ketika halaman pertama telah siap dan diuji cetak untuk
memastikan bahwa semua huruf-hurufnya telah genap dan tinta pada kekentalan
yang benar, maka dia mulai mencetak 300 salinan halaman tersebut.
Halaman pertama selesai. Guttenberg kemudian membongkar 3.000 sampai 4.000
huruf dari halaman tersebut. Dia membersihkan dan membuang huruf-huruf yang
tidak sesuai ke dalam peti. Sekarang dia telah siap kerja mencetak halaman
kedua. Proses ini diulangi 1.282 kali dan memakan tidak tahun untuk mencetak
tiap halaman dari 300 salinan pada Bibelnya. Salinan ini jika dikerjakan manual
dengan tangan akan selesai selama 1.200 tahun, waktu yang sangat lama bukan.
APA YANG TERJADI KEMUDIAN?
Bibel guttenberg tak hanya buku pertama yang dicetak di Eropa dengan logam
cetakan bergerak. Ini adalah cetakan yang bagus sekali, sebaik yang diproduksi
sekarang ini. Proses Guttenberg bertahan, tidak tergantikan, dan tidak
diperbaharui selama tiga setengah abad. Ini adalah kesaksian dari kualitas
kerja dari seorang Johannes Guttenberg.
Sebelum Guttenberg menyelesaikan mencetak bibelnya, dia harus kehilangan
tokonya dan seluruh peralatanya untuk membayar hutan kepada Johannes Fust,
sebab Guttenberg belum bisa membayar hutang 2.000 gulden. Guttenberg meninggal
pada tahun 1467. Dia seseorang yang miskin, dilupakan, dan diabaikan oleh
masyarakatnya. Penemuan Guttenberg mengubah dunia yang harus akan informasi dan
bacaan. 45 tahun kemudian, lebih dari 500 penerbit menggunakan mesin cetak
Guttenberg dan mencetak lebih dari 1 miliar buku.
Sekarang mesin cetak tangan digantikan oleh komputer dan teknologi
fotocopy. Penemuan teknologi Guttenberg kini hanyalah kenangan luar biasa yang
terpendam.
- Fakta Penemuan
Bibel Guttenberg yang asli masih sangat bernilai dan merupakan buku yang
ternilai di dunia. Bau-baru ini salinanya yang masih bertahan terjual seharga 2
juta dollas US$.
Demikian informasi tentang Sejarah Penemuan Mesin Cetak, semoga
bermanfaat, dan menambah wawasan kita semua tentang penemuan-penemuan terbesar
sepanjang sejarah, serta jangan lupakan jasa-jasa para ilmuwan dan penemu,
karena kalau tidak ada mereka, Dunia tidak akan seperti sekarang ini.
SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung
pada komunikasi dari
mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa
terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali
oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun
menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran
ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin
terbit: Asia Raja, Tjahaja,Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan.
Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang
penyelenggaraan Asian Games IV,
pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam
putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan
dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui
Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian
memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma
Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan
Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi
satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers
Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan
Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi
Penyiaran Indonesia atau KPI
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar