Rabu, 07 Januari 2015

SEJARAH JURNALISTIK

SEJARAH JURNALISTIK DI DUNIA

Awal  mulanya muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Dalam sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.

MASA PERKEMBANGANNYA
Kegiatan penyebaran informasi melalui tulis-menulis makin meluas pada masa peradaban Mesir, ketika masyarakatnya menemukan tehnik pembuatan kertas dari serat tumbuhan yang bernama “Phapyrus”.
Pada abad 8 M., tepatnya tahun 911 M, di Cina muncul surat kabar cetak pertama dengan nama “King Pau” atau Tching-pao, artinya “Kabar dari Istana”. Tahun 1351 M, Kaisar Quang Soo mengedarkan surat kabar itu secara teratur seminggu sekali.
Penyebaran informasi tertulis maju sangat pesat sejak mesin cetak ditemukan oleh Johan Guttenberg pada 1450. Koran cetakan yang berbentuk seperti sekarang ini muncul pertama kalinya pada 1457 di Nurenberg, Jerman. Salah satu peristiwa besar yang pertama kali diberitakan secara luas di suratkabar adalah pengumuman hasil ekspedisi Christoper Columbus ke Benua Amerika pada 1493.
Pelopor surat kabar sebagai media berita pertama yang bernama “Gazetta” lahir di Venesia, Italia, tahun 1536 M. Saat itu Republik Venesia sedang perang melawan Sultan Sulaiman. Pada awalnya surat kabar ini ditulis tangan dan para pedagang penukar uang di Rialto menulisnya dan menjualnya dengan murah, tapi kemudian surat kabar ini dicetak.
Surat kabar cetak yang pertama kali terbit teratur setiap hari adalah Oxford Gazzete di Inggris tahun 1665 M. Surat kabar ini kemudian berganti nama menjadi London Gazzette dan ketika Henry Muddiman menjadi editornya untuk pertama sekali dia telah menggunakan istilah “Newspaper”.
Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan istilah “Journalism”. Saat itu terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris.
Pada Abad ke-17, di Inggris kaum bangsawan umumnya memiliki penulis-penulis yang membuat berita untuk kepentingan sang bangsawan. Para penulis itu membutuhkan suplai berita. Organisasi pemasok berita (sindikat wartawan atau penulis) bermunculan bersama maraknya jumlah koran yang diterbitkan. Pada saat yang sama koran-koran eksperimental, yang bukan berasal dari kaum bangsawan, mulai pula diterbitkan pada Abad ke-17 itu, terutama di Prancis.
Pada abad ke-17 pula, John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi pemerintah dan masyarakat (to influence).
Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847 – 1911).
Pada Abad ke-18, jurnalisme lebih merupakan bisnis dan alat politik ketimbang sebuah profesi. Komentar-komentar tentang politik, misalnya, sudah bermunculan pada masa ini. Demikian pula ketrampilan desain/perwajahan mulai berkembang dengan kian majunya teknik percetakan.
Pada abad ini juga perkembangan jurnalisme mulai diwarnai perjuangan panjang kebebasan pers antara wartawan dan penguasa. Pers Amerika dan Eropa berhasil menyingkirkan batu-batu sandungan sensorsip pada akhir Abad ke-18 dan memasuki era jurnalisme modern seperti yang kita kenal sekarang.
Perceraian antara jurnalisme dan politik terjadi pada sekitar 1825-an, sehingga wajah jurnalisme sendiri menjadi lebih jelas: independen dan berwibawa. Sejumlah jurnalis yang muncul pada abad itu bahkan lebih berpengaruh ketimbang tokoh-tokoh politik atau pemerintahan. Jadilah jurnalisme sebagai bentuk profesi yang mandiri dan cabang bisnis baru.
Pada pertengahan 1800-an mulai berkembang organisasi kantor berita yang berfungsi mengumpulkan berbagai berita dan tulisan untuk didistribusikan ke berbagai penerbit surat kabar dan majalah. Kantor berita pelopor yang masih beroperasi hingga kini antara lain Associated Press (AS), Reuters (Inggris), dan Agence-France Presse (Prancis).
Tahun 1800-an juga ditandai dengan munculnya istilah Yellow Journalism (jurnalisme kuning), sebuah istilah untuk “pertempuran headline” antara dua koran besar di Kota New York. Satu dimiliki oleh Joseph Pulitzer dan satu lagi dimiliki oleh William Randolph Hearst.
Ciri khas “jurnalisme kuning” adalah pemberitaannya yang bombastis, sensasional, dan pemuatan judul utama yang menarik perhatian publik. Tujuannya hanya satu: meningkatkan penjualan! Namun, jurnalisme kuning tidak bertahan lama, seiring dengan munculnya kesadaran jurnalisme sebagai profesi.
Sebagai catatan, surat kabar generasi pertama di AS awalnya memang partisan, serta dengan mudah menyerang politisi dan presiden, tanpa pemberitaan yang objektif dan berimbang. Namun, para wartawannya kemudian memiliki kesadaran bahwa berita yang mereka tulis untuk publik haruslah memiliki pertanggungjawaban sosial.
Kesadaran akan jurnalisme yang profesional mendorong para wartawan untuk membentuk organisasi profesi mereka sendiri. Organisasi profesi wartawan pertama kali didirikan di Inggris pada 1883, yang diikuti oleh wartawan di negara-negara lain pada masa berikutnya. Kursus-kursus jurnalisme pun mulai banyak diselenggarakan di berbagai universitas, yang kemudian melahirkan konsep-konsep seperti pemberitaan yang tidak bias dan dapat dipertanggungjawabkan, sebagai standar kualitas bagi jurnalisme profesional.
Teknologi Informasi
Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi. Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik. Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar.
Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu. Pada 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas. Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.
Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin, proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri media massa.
Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja. Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun. Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan space iklan yang tak kalah luasnya.
Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet, yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi internetnya sama persis dengan edisi cetak.
Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat menjadi blog saja.Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber untuk berita.

SEJARAH PENEMUAN KERTAS

Pada jaman primitif manusia telah menggunakan batu, tulang dan dedaunan untuk menyampaikan pesan tertulis . Tetapi semua media tersebut sulit untuk disimpan dan diangkut.

Lalu pada sekitar 2.200SM, orang Mesir kuno menemukan sejenis buluh yang disebut papyrus (lontar) yang ternyata dapat dipergunakan untuk media tulis yang lebih stabil dan dapat diandalkan.

Meskipun penggunaan papyrus menyebar jauh di luar Mesir, kulit binatang juga masih banyak digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan tertulis. Kulit sapi, kambing dan domba dicuci dan direntangkan pada bingkai dan dilapisi dengan kapur berbentuk pasta yang membantu menghilangkan lemak dan bulu. Sesudah kering, permukaan dihaluskan dengan menggosok memakai batu. Bahan yang sudah siap disebut perkamen dan digunakan secara luas diseluruh Eropa sejak 170 SM. Perkamen yang berkualitas tinggi sangat langka sehingga harus diperlakukan secara halus dan sering digunakan lebih dari sekali.

Media tulis awal ini memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan manusia tetapi memang kurang praktis. Hal ini berubah sejak Tsai Lun pada th 250 SM memulai percobaannya dan memperkenalkan kertas ke dunia.

Pada abad kedua, pembuat kertas di 
Cina menaruh potongan-potongan kulit kayu bagian dalam dari pohon Mulberry pada suatu tempat yang kuat, sering juga berupa batu yang berlubang dan dicampur dengan air. Dengan menggunakan palu atau alat pemukul lain, potongan kayu tersebut ditumbuk sehingga menjadi bubur berserat yang dalam istilah sekarang disebut sebagai 'pulp'. Pulp tersebut kemudian dituangkan kedalam cetakan yang dangkal yang sebelumnya dilapisi dengan kain berbentuk seperti saringan. Kemudian cetakan ini dijemur di bawah sinar matahari dan ketika air telah menguap, maka hanya serat selulose yang tinggal dalam cetakan. Selanjutnya kertas diangkat dari cetakan tersebut. Ini adalah bentuk yang primitif dari kertas.


Pada abad ke 13, teknologi pembuatan kertas telah merambah Spanyol, tetapi masih membutuhkan 300 tahun lagi baru teknologi tersebut menyebar ke Perancis, Jerman, Itali dan Inggris dimana tercatat pabrik kertas Inggris yang pertama kali diketahui dibangun di Hertfordshire pada th 1490. Di negara-negara Eropa, saringan kawat yang halus menggantikan fungsi kain saringan dan serat linen menggantikan kulit kayu mulberry yang sangat sulit diperoleh di daratan Eropa.

Masalah yang dihadapi dalam pembuatan kertas secara manual ialah produktifitasnya yang sangat rendah dan memakan waktu yang lama. Pada abad pertengahan, semua buku dicopy dengan tangan, kebanyakan dilakukan di atas perkamen dan dilakukan oleh pemuka agama yang mempunyai kemampuan baca tulis di atas rakyat biasa. Mesin cetak yang diciptakan pada abad ke 15 membawa perubahan yang amat besar di bidang komunikasi. Untuk pertama kalinya, buku dapat diproduksi secara massal. Untuk itu dibutuhkan kertas murah dalam jumlah yang banyak menggantikan perkamen yang mahal.

Untuk memenuhi permintaan yang meningkat ini, pembuat kertas dituntut untuk mempercepat dan meningkatkan produksi, tetapi tidak terlihat adanya terobosan yang nyata sampai datangnya abad 17. Yaitu ketika Nicholas Luis Robert, dari Essones, Perancis mematenkan sebuah mesin yang menggunakan belt kawat mesh yang bergerak menggantikan fungsi cetakan kertas sehingga dapat dihasilkan kertas secara kontinyu dan dalam jumlah besar. Mesin yang dibangun oleh Robert kemudian dibawa ke Inggris dan dipatenkan di sana pada th 1801 oleh Henry Fourdrinier, yang namanya dipakai sampai sekarang.

SEJARAH PENEMUAN MESIN CETAK

Menyalin dokumen selalu menjadi pekerjaan tangan (biasanya dikerjakan oleh para pendeta). Buku-buku diproduksi dengan sulit dan perlahan serta harganya juga yang terlalu mahal. Lebih buruknya lagi, salinan yang dibuat oleh tangan mudah melakukan kesalahan. Setiap salinan baru bisa dipastikan adanya kesalahan.

Jawaban dari masalah tersebut adalah cetakan. Cetakan dimulai di negrithe great wall China. Pada tahun 1040, Pi Sheng menemukan cetakan dengan menggunakan huruf-huruf cetak aslinya terbuat dari semacam tanah. Pi Sheng adalah penemu sebenarnya dari huruf cetak yang bisa bergerak. Lebih mengesankanya lagi, Barat hanya mampu membuat cetakan yang mencetak dengan 26 huruf, sementara Pi Sheng telah membuat lebih dari 5.000 huruf China untuk cetakanya dari tanah.

Pada tahun 1403, King Htai Tjong dari Korea menemukan huruf cetak logam (lebih kokoh dan lebih efisien daripada cetakan dari tanah karya Pi Sheng). Tapi dia belum mengembangkan sistem cetak menggunakan huruf cetakanya tersebut.

BAGAIMANA MESIN CETAK DITEMUKAN?

Belum jelas bagaimana Johannes Guttenberg menemukan dan bagaimana dia merakit dari yang lain yang sudah ada. Sejarawan percaya bahwa dia yang mengembangkan mesin cetak di dunia dan percaya bahwa dia telah menemukan sebuah teknologi baru.

Guttenber lahir di kota yang indah, Mainz, Jerman. Sekitar tahun 1440, mendekati usianya yang ke-50, dia mulai mengembangkan idenya tentang mesin cetak. Dia menghabiskan waktu sampai satu dekade ke depan untuk pemecahan tiga kebutuhan mendasar dari mesin cetak.
  • Pertama, dia butuh alat penekan. Guttenberg membuat model alat penekan dari alat penekan berat yang biasa digunakan untuk memeras buah zaitun. Dia memodifikasi dan memperkuat kembali penekan sehingga dia dapat menekan ke bawh mendatar melewati keseluruhan halaman dengan mudah. 
  • Kedua, dia membutuhkan tinta. Para pendeta dan pelukis biasa menggunakan tinta air. Guttenberg berkonsultasi dengan pelukasi terkenal (termasuk Van Dyke) dan memutuskan menggunakan tinta berminyak yang biasa dipakai para pelukis dan warna pigmen baru yang telah diujicobakan para pelukis. Dengan tinta baru ini, Guttenberg mendapatkan garis-garis lebih tajam dan cetakan lebih tebal daripada tinta air.
  • Terakhir, Guttenberg membutuhkan logam cetakan yang bergerak. Cetakan logam Guttenberg adalah sumbangan terbesar dalam dunia percetakan. Dia menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melakukan percobaan dengan berbagai jenis logam, mencari logam yang mempunyai titik lebih rendah sehingga mampu mencetak huruf-huruf dengan mudah. Akan tetapi, logam ini juga harus kuat untuk bisa menahan tekanan dan menghasilkan ribuan cetakan. Pada tahun 1450, dia telah mantap memilih campuran timah denga perak dengan sedikit antimoni.
Sekitar tahun 1452, mesin cetak Guttenberg sudah siap bekerja. Dia meminjam 800 Gulden untuk membeli kertas, tinta pigem, minyak, timah, perak, antimoni, dan kebutuhan yang lain. Dia memulai mencetak buku pertamanya yang berjudul The Great 42 Line Bibel Guttenberg (42 merujuk pada nomor dari garis pada teks setiap halaman). Ketika halaman pertama telah siap dan diuji cetak untuk memastikan bahwa semua huruf-hurufnya telah genap dan tinta pada kekentalan yang benar, maka dia mulai mencetak 300 salinan halaman tersebut.

Halaman pertama selesai. Guttenberg kemudian membongkar 3.000 sampai 4.000 huruf dari halaman tersebut. Dia membersihkan dan membuang huruf-huruf yang tidak sesuai ke dalam peti. Sekarang dia telah siap kerja mencetak halaman kedua. Proses ini diulangi 1.282 kali dan memakan tidak tahun untuk mencetak tiap halaman dari 300 salinan pada Bibelnya. Salinan ini jika dikerjakan manual dengan tangan akan selesai selama 1.200 tahun, waktu yang sangat lama bukan.

APA YANG TERJADI KEMUDIAN?

Bibel guttenberg tak hanya buku pertama yang dicetak di Eropa dengan logam cetakan bergerak. Ini adalah cetakan yang bagus sekali, sebaik yang diproduksi sekarang ini. Proses Guttenberg bertahan, tidak tergantikan, dan tidak diperbaharui selama tiga setengah abad. Ini adalah kesaksian dari kualitas kerja dari seorang Johannes Guttenberg.

Sebelum Guttenberg menyelesaikan mencetak bibelnya, dia harus kehilangan tokonya dan seluruh peralatanya untuk membayar hutan kepada Johannes Fust, sebab Guttenberg belum bisa membayar hutang 2.000 gulden. Guttenberg meninggal pada tahun 1467. Dia seseorang yang miskin, dilupakan, dan diabaikan oleh masyarakatnya. Penemuan Guttenberg mengubah dunia yang harus akan informasi dan bacaan. 45 tahun kemudian, lebih dari 500 penerbit menggunakan mesin cetak Guttenberg dan mencetak lebih dari 1 miliar buku.

Sekarang mesin cetak tangan digantikan oleh komputer dan teknologi fotocopy. Penemuan teknologi Guttenberg kini hanyalah kenangan luar biasa yang terpendam.

  • Fakta Penemuan

Bibel Guttenberg yang asli masih sangat bernilai dan merupakan buku yang ternilai di dunia. Bau-baru ini salinanya yang masih bertahan terjual seharga 2 juta dollas US$.

Demikian informasi tentang Sejarah Penemuan Mesin Cetak, semoga bermanfaat, dan menambah wawasan kita semua tentang penemuan-penemuan terbesar sepanjang sejarah, serta jangan lupakan jasa-jasa para ilmuwan dan penemu, karena kalau tidak ada mereka, Dunia tidak akan seperti sekarang ini.

SEJARAH JURNALISTIK DI INDONESIA

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg.
Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, dan Medan Prijaji terbit.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja,Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.
Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi kewartawanan. Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya dimasukkan ke penjara.
Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi.
Kegiatan kewartawanan diatur dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang dikeluarkan Dewan Pers dan Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI

Sumber:


Tidak ada komentar: